11 RT 10 Hari Tanpa Air di Jakarta Utara: Ada Apa dengan PAM Jaya?

Lk
By -
0

Jakarta Utara – Sebuah ironi mencoreng wajah pelayanan publik di ibu kota. Selama 10 hari penuh, 11 RT di kawasan Jl. Muara Baru Alektro, Marlina, dan Koja, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, hidup tanpa setetes pun aliran air bersih dari PAM Jaya.

Sementara itu, hanya selemparan batu di wilayah Tembok Bolong dan Kebun Tebu, air justru mengalir deras. Kontras yang mencolok ini memunculkan tanda tanya besar: apakah distribusi air di Jakarta bermasalah, atau ada permainan di balik layar?

Air Tangki Jadi Barang Rebutan

PAM Jaya berdalih dengan mengirimkan bantuan air tangki. Namun jumlahnya jauh dari cukup. Antrean panjang terjadi setiap kali tangki datang, dari anak-anak hingga lansia, semua berebut jeriken dan ember.

Bahkan, keributan antarwarga kerap pecah karena air yang terbatas harus dibagi rata, sementara kebutuhan keluarga berbeda-beda.

“Air itu hak dasar, bukan barang mewah yang harus kami antre dan rebutkan,” ujar Joko, Ketua RT setempat.

Dampak Mencekik Warga

Ketiadaan air bersih kini melumpuhkan aktivitas warga:

  • Warga muslim kesulitan berwudhu untuk shalat lima waktu.
  • Rumah tangga lumpuh—tidak bisa memasak, mencuci, apalagi mandi.
  • Risiko penyakit meningkat karena krisis sanitasi.
  • Beban ekonomi melonjak: warga dipaksa membeli air dari pedagang keliling dengan harga tinggi.

“Kalau begini terus, kami lebih dulu jatuh sakit sebelum air kembali mengalir,” keluh Hasby, pengurus DKM masjid setempat.

Masalah Kronis yang Tak Pernah Diselesaikan

Ini bukan kejadian pertama. Mati air berulang kali menghantui warga, dari era swasta (Palyja) hingga kini di bawah PAM Jaya milik pemerintah. Janji perbaikan hanya tinggal slogan, realita tak berubah.

Desakan Warga

Warga mendesak pemerintah dan PAM Jaya:

- Segera menyalakan kembali aliran air tanpa alasan yang bertele-tele.

- Suplai air tangki yang cukup setiap hari hingga masalah tuntas.

- Transparansi: apa penyebab mati air dan siapa yang harus bertanggung jawab?

“Air itu hak rakyat, bukan barang dagangan. Jangan main-main dengan kebutuhan hidup kami,” tegas warga.

Krisis ini bukan sekadar gangguan teknis. Ini alarm keras atas bobroknya tata kelola air di Jakarta. Jika 11 RT bisa dibiarkan 10 hari tanpa air, maka wajar publik bertanya: di mana negara saat rakyatnya kehausan?

Tags:

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)